Norma Berdasarkan Kekuatan Mengikatnya


Supaya interaksi sosial berlangsung secara tertib, masyarakat merumuskan sejumlah norma sosial. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lambat laun norma-norma sosial itu sengaja disusun oleh warga masyarakat. Norma-norma yang hidup di masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbedabeda. Ada norma yang daya ikatnya lemah. Ada pula norma sosial yang mempunyai daya ikat kuat. Karena daya ikatnya yang kuat, maka warga masyarakat tidak berani melanggar norma tersebut.

Berdasarkan kekuatan mengikatnya, Soerjono Soekanto (1989) menuliskan empat norma, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat-istiadat (custom). Urutan tersebut disusun dari norma yang paling lemah daya ikatnya hingga norma yang berkekuatan mengikat paling kuat.

a. Cara (Usage)

Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Cara lebih menonjol dalam hubungan antarindividu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadap cara tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat. Individu yang melanggar cara hanya sekadar dicela oleh individu yang lain. Contoh cara ialah melipat lembar halaman buku untuk menandai bagian buku yang telah dibaca.

b. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena banyak orang menyukai perbuatan tersebut. Sedangkan menurut R.M. Mac Iver dan Charles H. Page seperti dikutip Soerjono Soekanto (1989), kebiasaan merupakan perikelakuan yang diakui dan diterima oleh masyarakat.

Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Perbuatan menghormati orang yang lebih tua usianya adalah contoh kebiasaan di masyarakat.

c. Tata kelakuan (Mores)

Menurut Mac Iver dan Page seperti dikutip Soerjono Soekanto (1989), kebiasaan yang diterima sebagai norma-norma pengatur berarti telah meningkat menjadi tata kelakuan (mores). Tata kelakuan digunakan oleh masyarakat secara sadar maupun tidak sadar untuk mengawasi warga masyarakat. Tata kelakuan memaksa warga masyarakat agar bertindak sesuai dengan norma tersebut.

Tata kelakuan sangat penting bagi masyarakat karena:
  1. Tata kelakuan memberikan batas-batas kelakuan individu. Tata kelakuan dapat memerintah atau melarang anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan.
  2. Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya. Individu dipaksa oleh tata kelakuan untuk menyesuaikan tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku. Kesediaan individu mematuhi tata kelakuan yang berlaku mendorong masyarakat untuk menerima individu tersebut.
  3. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota masyarakat. Karena tata kelakuan berlaku untuk semua warga dari segala tingkatan usia, golongan, dan jenis kelamin, maka tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antara anggota masyarakat itu.

d. Adat-Istiadat (Custom)

Tata kelakuan yang kekal dan menyatu dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi adatistiadat (custom). Anggota masyarakat yang melanggar adatistiadat akan menderita sanksi berat dari masyarakat. Soerjono Soekanto (1989) mencontohkan adat-istiadat yang melarang terjadinya perceraian antara suami istri yang berlaku pada umumnya di daerah Lampung. Suatu perkawinan dimaknai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi dan hanya terputus jika salah satu meninggal dunia (cerai mati).

Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya. Bahkan seluruh keluarga dan sukunya. Akibatnya, suami istri yang bercerai akan dikucilkan dari masyarakat. Pengucilan itu juga menimpa keturunan dari orang tersebut sampai dia dapat mengembalikan ke keadaan semula. Untuk mengembalikan nama baik yang rusak akibat perceraian tadi, diperlukan suatu upacara adat khusus yang membutuhkan biaya yang besar sekali.

Berlangganan update artikel terbaru via email:


0 Komentar untuk " Norma Berdasarkan Kekuatan Mengikatnya"

Post a Comment

Silahkan ditanyakan jika ada yang bingung